Senin, 30 Juni 2008

Siapakah Penulis Qur'an? - Sebuah Pengamatan: Bagian 1

"Jika seseorang mulai dengan kepastian, dia akan mengakhiri dengan keraguan; tapi jika dia merasa puas untuk memulai dengan keraguan, maka dia akan mengakhiri dengan kepastian” - Francis Bacon (1561-1626) [1]

[Peringatan: Isi artikel ini dapat menyinggung perasaan sebagian pembaca. Penulis tidak bertanggungjawab jika pembaca merasa tersinggung karena membaca tulisan ini. Silakan baca tapi tanggung resiko sendiri]


Garis Besar

Tulisan ini meneliti penulis buku suci Islam yakni Al-Qur’an. Yang dilakukan di sini adalah cara baru mengamati Qur’an. Dengan menggunakan pemikiran yang masuk akal dan referensi sejarah yang ada tentang penulisan Qur’an, maka muncul sebuah kesimpulan. Cara penelitian seperti ini sangat bertentangan dengan iman buta para Muslim yang menerima begitu saja keaslian Qur’an tanpa pernah mempertanyakannya. Dengan mengamati, memilah, dan dengan seksama mengartikan isi Qur’an, ahadis (perbuatan dan perkataan Muhammad) dan Sirah Rasul Allah (kisah hidup Muhammad, ditulis oleh Ibn Ishaq), maka penulis dapat menentukan beberapa orang yang secara tak dapat disangkal lagi telah menyumbang pembuatan komposisi ayat2 Qur’an. Bukan Allah yang menulis Qur’an; bahkan bukan Muhammad sendiri yang menulis Qur’an. Qur’an tidak diciptakan oleh satu makhluk atau orang saja. Ada beberapa kelompok orang yang ikut membuat komposisi, tulisan, perbaikan, masukan dan bahkan menghapus ayat2 Qur’an. Orang2 terpenting yang terlibat dalam pembuatan Qur’an adalah: Imrul Qays, Zayd b. Amr, Hasan b. Thabit, Salman, Bahira, ibn Qumta, Waraqa dan Ubayy b. Ka'b. Muhammad sendiri terlibat dalam membuat sejumlah kecil ayat2, tapi orang yang paling berpengaruh dalam memotivasi Muhammad untuk menciptakan Islam dan penulisan Qur’an tampaknya adalah Zayd b. Amr, yang suka berkhotbah tentang ‘Hanifisme’. Muhammad kemudian mengubah ‘Hanifisme’ milik Zayd menjadi Islam. Dengan demikian, pengertian bahwa Islam bukanlah agama baru memang sudah jelas nyata. Akan tetapi, penemuan yang penting adalah bahwa Qur’an dengan tegas bukan merupakan firman Allah – tapi merupakan karangan manusia yang secara biasa disampaikan Muhammad sebagai firman Allah bagi manusia. Hal lain yang penting dalam tulisan ini adalah bahwa diantara agama2 kuno yang berhubungan dengan Qur’an, yang tampaknya paling utama adalah praktek ibadah agama Sabean. Malah kenyataannya, ibadah sholat 5 kali sehari dan puasa 30 hari (dua pilar utama dari lima pilar Islam) sebenarnya diambil dari agama orang2 Sabean. Sebenarnya Qur'an adalah kumpulan ibadah dari berbagai buku2 agama yang ada di jaman Muhammad. Muhammad, dan bukan Allah, dengan cara sederhana mengambil dan memilih dari berbagai sumber untuk menciptakan Qur'an. Meskipun banyak orang yang menyumbang dalam proses penulisan Qur'an, secara jelas Muhammad berperan sebagai editor utamanya.


Pendahuluan

Menurut Islam, mempertanyakan kemutlakan Qur’an ditulis Allah merupakan penghujatan yang serius. Seorang Muslim dapat menghadapi hukuman mati hanya karena memiliki keraguan sebesar atom tentang keaslian Qur’an. Qur’an itu di atas segalanya. Tiada ciptaan Allah yang lebih suci dibandingkan Qur’an. Akan tetapi, dasar manusia selalu ingin tahu, aku mulai meragukan keaslian Qur’an sejak kecil – ketika aku mulai membacanya dalam suasana yang sangat formal melafalkan ayat2 Qur’an. Aku menghabiskan waktu dua tahun belajar mengenai beberapa ayat2 dasar di bawah bimbingan seorang Hujur (ustad) di mesjid lokal. Sang Hujur mengajarkan Qur’an kepada sekelompok murid2 termasuk diriku sambil memegang sebuah rotan yang tampak berkilauan karena dia sering meminyakinya sebelum murid2 tiba di mesjid. Tiada seorang pun dari kami yang suka belajar Qur’an – pelajaran ini paling membosankan dan tugas yang terberat dalam masa kanak2 kami. Kami hanya menghafal saja bagaikan burung beo beberapa ayat tanpa mengerti satupun hurufnya. Sang Hujur juga ternyata tidak mengerti makna ayat2 tersebut. Bilamana kami bertanya tentang suatu ayat, jawabannya adalah beberapa sabetan rotan dari Hujur. Belajar melafalkan Qur’an identik dengan penindasan kejam terhadap anak2. Karena itu, diam2 kami menyimpan rasa tidak suka khususnya akan pelafalan Qur’an dan umumnya benci pada para Mullah.

Di kemudian hari, setelah aku lulus perguruan tinggi dan mulai bekerja, seorang kolegaku menunjukkan padaku sebuah Qur’an berbahasa Inggris yang diterjemahkan oleh Abdullah Yusuf Ali. Kolegaku ini adalah Tabligi (orang relijius yang suka berdakwah) tulen dan membujukku untuk membaca terjemahan Qur’an ini dengan seksama. Dia berjanji bahwa setelah aku mengerti pesan utama kitab suci Qur’an, maka hidupku akan berubah sama sekali – jadi lebih baik, katanya. Dengan ragu aku mulai membaca Qur’an bahasa Inggris itu – ayat demi ayat, sura demi sura. Semakin aku banyak membaca, semakin terkejut diriku. Hatiku merasa terganggu, kaget, bingung, dan penuh amarah. Aku tidak percaya bahwa buku yang seharusnya dikarang oleh Allah yang paling penuh kasih sayang, paling pengampun, dan paling pemaaf ternyata berisi banyak sekali kebencian, teror, perintah pembunuhan, perang, balas dendam dan di atas semuanya, perintah untuk menghancurkan semua yang tidak sesuai dengan pandangan Qur’an di dunia. Tentu saja memang ada beberapa ayat2 yang sangat puitis, ditulis dengan indah, ritmis, dan kadangkala penuh makna spiritual. Tapi terlepas dari beberapa ayat ‘bagus’ ini, aku menemukan sejumlah besar bagian Qur’an tidak masuk akal dan tidak layak diterapkan seperti misalnya ayat2 yang menyuruh Muslim membunuh dan melakukan perang Jihad terhadap non-Muslim. Aku mulai bertanya: bagaimana mungkin Allah yang penuh ampuh dan penuh kasih sayang itu bisa menulis buku kebencian yang sebagian besar berisi sampah dan manual teror, perang, dan penjarahan? Ketika kolega Tabligi-ku bertanya bagaimana keadaan diriku setelah membaca Qur’an, aku jawab baik2 saja – dan lalu memperluas percakapan dengan mengatakan bahwa aku menemukan hal2 yang mengejutkan dalam Qur’an yang tadinya tidak aku ketahui. Dia hanya tersenyum dan berkata, “Qur’an itu hebat ya?” Kujawab, “Iya! Sungguh mencengangkan, tidak salah lagi.”

Beberapa tahun kemudian, aku mulai merenungkan Qur’an. Dengan membaca terjemahan orang lain dan juga Tafsir, aku membaca dan membaca ulang Qur’an – beberapa kali agar aku yakin yang mereka terjemahkan dan terangkan memang benar2 tepat. Semakin jauh mempelajari Qur’an, diriku semakin bingung, terganggu, dan marah – marah, karena aku merasa benar2 kecewa terhadap agama pembunuhan yang dipaksakan pada diriku hanya karena aku lahir sebagai Muslim. Hal yang kubaca dalam Qur’an mengejutkanku begitu rupa sehingga aku ingin dapat jawaban pertanyaan ini: SIAPAKAH YANG MENULIS QUR’AN? Aku butuh waktu lama bertahun-tahun bekerja keras untuk mendapatkan jawaban pertanyaanku itu. Tulisan ini mencoba menjawab pertanyaan itu. Aku telah merencanakan menulis ini jauh hari. Sekarang setelah tulisan selesai dibuat, giliran kalian untuk mempertanyakan: Siapakah yang Menulis Qur’an?

Selama masa penyelidikan, aku menemukan ternyata banyak orang yang terlibat dalam pengumpulan dan penyusunan Qur’an. Terdapat banyak sekali bukti yang secara tegas menyangkal Qur’an ditulis oleh Allah dan bukti2 ini terpendam dalam Qur’an, ahadis, dan Sirah, dan kebanyakan Muslim tidak mengetahuinya. Pernyataan Allah menulis Qur’an, kupikir merupakan kebohongan utama pada umat manusia selama lebih dari seribu tahun. Kita bahkan dapat mengatakan secara tegas bahwa Muhammad tidak sendirian dalam menulis Qur’an. Pada kenyataannya, sebagian besar Qur’an disusun atau digagasi dan ditulis oleh beberapa orang. Orang2 yang paling utama diantaranya adalah:

Imrul Qays – penyair Arabia kuno yang mati beberapa dekade sebelum Muhammad lahir
Zayd b. Amr b. Naufal – ‘murtad’ dari agama pagan Quraish, lalu berkhotbah tentang Hanifisme
Labid – penyair lain
Hasan b. Thabit – penulis syair resmi bagi Muhammad
Salman, orang Persia – penasehat dan orang kepercayaan Muhammad
Bahira – pendeta Kristen Nestoria dari gereja Syria
Jabr – tetangga Muhammad yang beragama Kristen
Ibn Qumta – budak yang beragama Kristen
Khadijah – istri pertama Muhammad
Waraqa – saudara sepupu Khadijah
Ubay b. Ka'b – sekretaris Muhammad dan juru tulis Qur'an
Muhammad sendiri

Kelompok lain yang juga berpengaruh adalah:
Umat Sabi
Aisha – pengantin kanak2 Muhammad
Abdallah b. Salam b. al-Harith – orang Yahudi yang beralih ke Islam
Mukhyariq – seorang Rabbi dan orang Yahudi yang beralih ke Islam

Tentu saja daftarku tentang para pengarang Qur’an tidak terbatas pada nama2 di atas saja. Ada banyak kelompok lain yang juga terlibat yang mungkin belum pernah kudengar. Tapi untuk diskusi singkat, daftar di atas sudah cukup memadai. Dalam tulisan ini aku akan menyebutkan satu per satu sumbangan mereka dalam penulisan Qur’an.

Untung mengerti tentang Qur’an dan penulis2nya, pertama-tama kita harus tahu latar belakang Muhammad, yang dianggap Muslim sebagai ciptaan Allah terbaik.


Agama asli Muhammad adalah Paganisme

Sudah merupakan fakta mutlak bahwa Muhammad lahir dari orangtua pagan. Ayahnya yang bernama Abdullah dan ibunya Amina merupakan orang2 pagan dan biasa menyembah berhala2. Di sepanjang masa mudanya (mungkin sampai usia remaja), Muhammad beribadah agama pagan. Di jaman sekarang, para Muslim sangat sukar menerima kenyataan ini. Latar belakang pagan Muhammad ditulis oleh Hisham ibn al-Kalbi di Kitab al-Asnam (The Book of Idols), hal. 17 [2]:
‘Kami diberitahu bahwa Rasul Allah pernah menyinggung hal tentang al-‘Uzza dan katanya, “Aku telah mempersembahkan domba putih kepada al-‘Uzza, ketika aku masih menjadi pengikut agama masyarakatku.”

Dalam perkataannya di atas Muhammad dengan jelas mengakui masalalunya sebagai penganut paganisme – yang merupakan agama kaum Quraish.

Awalnya, Muhammad bahkan memuji-muji pentingnya dewa2 (atau berhala2) kaum pagan dengan menyatakan setuju dengna kaum Quraish bahwa dewa2 mereka merupakan wakil Allah. Di halaman yang sama Hisham ibn al-Kalbi menulis: [3]

Orang2 Quraish berjalan mengelilingi Ka’bah dan berkata:
Demi Allat dan al-‘Uzza,
Dan Manah, sang berhala ketiga.
Memang benar kalian adalah wanita2 yang paling mulia
Yang amanatnya didambakan.

Selain Allat juga terdapat “Anak2 Perempuan Allah,” yang dianggap sebagai wakil Tuhan. Ini ayat2 yang diterima Rasul Allah tentang mereka:

053.019
Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza,
053.020
dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?
053.021
Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan?
053.022
Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.
053.023
Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah) nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka. [4]

Ketika Muhammad beranjak dewasa dan mulai menghadiri pertemuan tahunan para penyair di Ukaz, dia sangat terpesona dan tergugah oleh pikiran2, kemahiran bicara, perasaan, kemerdekaan berpikir dan humanisme yang dinyatakan oleh para penyair di situ. Dia mulai mempertanyakan ibadah penyembahan berhala dan mulai berkhotbah konsep baru Tuhan yang Esa, Tuhan sang Pencipta – serupa dengan konsep keTuhanan agama orang2 Yahudi dan Kristen saat itu. Meskipun begitu, dia bingung Tuhan mana sebenarnya yang dia sembah. Allah (sang Dewa Bulan – inilah sebabnya Islam menggunakan simbol bulan dan simbol ini tertera di setiap mesjid) merupakan Tuhan yang paling utama bagi kaum pagan. Tapi selain menyembah Allah, kaum pagan juga menyembah illah2 atau wakil2 lain dari Tuhan, yakni dewa2 yang lebih rendah kedudukannya seperti: Hubal, Al-lat, Al-Uzza, Manat, dll. Karena itulah awalnya Muhammad tidak menggunakan nama Allah sebagai Tuhan yang disembahnya. Lagipula, pada saat itu segala tukang sihir, dukun, tabib, dan penyembah setan juga terbiasa untuk bersumpah dalam nama Allah. Semua ini membuat Muhammad menolak memilih Allah sebagai Tuhannya.

Pada saat yang sama di jaman itu, masyarakat Yemen memuja Tuhan lain yang bernama Ar-Rahman. Awalnya Muhammad mengadopsi nama Ar-Rahman sebagai Tuhan utama. Kebetulan orang Yahudi pun menggungakan kata Rahmana sebagai Tuhan dalam masa penulisan Talmud. [5] Muhammad dengan cerdik berpikir jika dia menggunakan nama Ar-Rahman maka dia bisa menarik orang2 Yahudi dan orang2 pagan untuk memeluk agama barunya. Mohon diperhatikan bahwa dalam Qur’an Allah tidak pernah berkata dia punya 99 nama lain, termasuk Ar-Rahman.

Tatkala Muhammad mengumumkan dirinya sebagai Rasul Ar-Rahman, masyarakat pagan Quraish di Mekah jadi bingung dan tidak mengerti. Mereka hanya kenal satu Ar-Rahman, yakni Ar-Rahman yang dipuja masyarakat al-Yamamah atau Yemen (beberapa penulis lain menyatakan Ar-Rahman berada di Yemen). Untuk memeriksa pernyataan Muhammad, masyarakat Quraish mengirim sekelompok utusan untuk bertemu dengan masyarakat Yahudi Medina, karena mereka benar2 menyangka bahwa Ar-Rahman adalah Tuhan di Yemen atau Yamamah. Ahli sejarah Islam Ibn Sa’d menulis: [6]
”Masyarakat Quraish mengirim al-Nadr Ibn al-Harith Ibn 'Alaqamah dan 'Uqbah Ibn abi Mu'ayt dan beberapa lainnya untuk bertemu dengan orang2 Yahudi di Yathrib (nama lama Medina) dan berpesan pada mereka untuk menanyakan (kaum Yahudi) tentang Muhammad. Mereka tiba di Medinah dan berkata (pada orang2 Yahudi): Kami datang padamu karena terdapat masalah besar di tempat kami tinggal. Ada seorang yatim piatu sederhana yang menyatakan pengakuan besar, menganggap dirinya Rasul al-Rahman, padahal kami tidak kenal al-Rahman lain selain Rahman dari al-Yamamah. Mereka (orang2 Yahudi) berkata: Beri perincian tentang dia pada kami. Mereka (orang2 Quraish) memberi perincian tentang dia, dan lalu mereka ditanya tentang pengikut2nya (Muhammad). Mereka berkata: Pengikutnya adalah orang2 rendahan dari masyarakat kami. Mendengar itu, seorang ahli dari mereka (orang2 Yahudi) tertawa dan berkata: dia adalah Nabi yang kita temukan dinyatakan dalam kitab2 suci kami; kami juga tahu bahwa masyarakatnya adalah kaum yang paling menentangnya.”

Jika kita baca secara obyektif, dalam 50 sura pertama (dalam kronologi yang benar) di Qur’an tampak kebingungan Muhammad tentang Tuhan, Allah dan Ar-Rahman. Dia sangat tidak yakin siapa yang dianggapnya sebagai Tuhannya (Illahnya). Ini kesimpulan dari 50 Sura pertama mengenai pengertian Muhammad tentang Tuhan:

Tuhan yang maha esa - 68, 92, 89, 94, 100, 108, 105, 114, 97, 106, 75 (11 Suras)
Ar-Rahman, Tuhan - 55, 36 (2 Suras)
Ar-Rahman, Allah, Tuhan - 20
Allah, Tuhan - 96, 73, 74, 81, 87, 53, 85, 50, 38, 7, 72, 25, 35, 56, 26, 27, 28, 17 (18 Suras)
Sura2 ini menunjukkan pada awalnya Muhammad tidak pasti, bingung dan tidak mengerti tentang Tuhan (Illah)-nya sendiri.

Qur’an juga menegaskan bahwa ketika dia mulai berkhotbah tentang kepercayaan barunya, Muhammad salah mengerti, bingung dan tidak tahu banyak tentang agama. Inilah yang tertulis dalam Qur’an:
Muhammad bingung, lalu Allah membimbingnya ... 93:7
093.007
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.

Di masa lalu Muhammad tidak tahu apa2 ... 12:3, 42:52
012.003
Kami menceriterakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Qur'an ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui.
042.052
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

Jadi bagaimana awalnya Muhammad belajar tentang dasar2 agama barunya? Masuklah Imrul Qais dan Zayd Ibn Amr dalam hidupnya.


Imrul Qays

Dalam masyarakat Arabia kuno, syair merupakan hal yang sangat disukai. Penulis syair punya kedudukan tinggi dalam masyarakat, dan kata2 penyair termashyur dianggap sama pentingnya seperti firman Tuhan. Di daerah gurun pasir yang tidak nyaman dan tidak punya banyak jenis hiburan, masyarakat kuno Arab terbiasa merasa damai, tenang, tenteram dan bahkan juga perasaan dendam dan keinginan berperang melalui kata2 mempesona yang dirangkai oleh penyair2 mereka. Para penyair menyuplai kebutuhan rohani masyarakat Arab. Ayat2 syair dari tujuh penyair dicantumkan secara permanen di tembok2 Ka’bah. Ayat2 syair ini dikenal sebagai Muallakat.

Dalam kamus Islam [7] tertulis bahwa ayat2 syair ini dikenal juga sebagai Muzahhabat atau syair2 emas, karena huruf2nya ditulis dengan tinta emas. Para penulis syair2 indah ini adalah: Zuhair, Trafah, Imrul Qays, Amru ibn Kulsum, al-Haris, Antarah dan Labid.

Dari antara ketujuh penyair ternama ini, yang paling terkenal adalah Imrul Qays, yang tidak disangkal lagi merupakan ‘raja’ atau ‘legenda’ syair Arab. Dia adalah seorang pangeran, karena ayahnya adalah Raja sebuah suku Arab. Karena kecintaan dan baktinya terhadap syair, ayahnya merasa jengkel dan membuangnya dari istana. Setelah itu, dia hidup seorang diri dengan menggembalakan domba dan terus menulis syair. Akhirnya dia menjadi pengembara dan hidupnya menjadi nelangsa setelah sukunya nyaris punah dalam perang antar suku. Dia mengembara ke mana2 dan akhirnya tiba di Konstantinopel. Dikabarkan bahwa dia dihukum mati oleh penguasa Romawi di Konstantinopel karena dia membuat seorang putri kerajaan jatuh cinta melalui kasih dan puisinya. Dia wafat di sekitar tahun 530-540 M, sebelum Muhammad lahir. Syair2nya yang tiada bandingnya diucapkan oleh banyak orang2 Arab, dan sudah jelas Muhammad hafal banyak syair2 Imrul Qays yang hebat. Dikatakan bahwa Muhammad sendiri berkata bahwa Imrul Qays merupakan penyair terbesar Arabia. Tidak diragukan bahwa Muhammad terpengaruh meniru syair2 Imrul Qays dalam ayat2 awal Qur’an.

Catatan sejarah Qur’an biasanya menulis Sura al-Alaq (Sura 96) sebagai wahyu pertama Allah pada Muhammad. Akan tetapi pengamatan seksama terhadap Qur’an menunjukkan bahwa hal ini tidak benar. Malah kamus Islam [8] dengan mengutip dari sumber2 Islam menyatakan bahwa Sura2 pertama (sebelum Sura 96 diwahyukan) adalah:

99 - az-Zalzalah (Gempa)
103 - al-Asr (Masa)
100 - al-Adiyat (Berlari Kencang)
1 - al-Fatiha (Pembuka)

Sura2 ini pendek, punya nilai spiritual dalam, dan mempesona. Coba lihat contoh dua Sura berikut:
Sura 99 (Gempa)
099.001
Apabila bumi digegarkan dengan gegaran yang sedahsyat-dahsyatnya,
099.002
Serta bumi itu mengeluarkan segala isinya,
099.003
Dan berkatalah manusia (dengan perasaan gerun): Apa yang sudah terjadi kepada bumi?
099.004
Pada hari itu bumi pun menceritakan khabar beritanya:
099.005
Bahwa Tuhanmu telah memerintahnya (berlaku demikian).
099.006
Pada hari itu manusia akan keluar berselerak (dari kubur masing-masing) untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) amal-amal mereka.
099.007
Maka sesiapa berbuat kebajikan seberat zarah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat amalnya)!
099.008
Dan sesiapa berbuat kejahatan seberat zarah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat amalnya)!

Sura 103 (Masa)
103.001
Demi Masa!
103.002
Sesungguhnya manusia itu dalam kerugian;
103.003
Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh dan mereka pula berpesan-pesan dengan kebenaran serta berpesan-pesan dengan sabar.

W. St. Calir-Tisdall, pengarang buku terkenal Asal Usul Islam (The Origin of Islam) [9] membandingkan dua bagian dari Sabaa Mu'allaqat, dan mendapatkan keserupaan dengan ayat2 Qur’an. Contohnya adalah ayat2 Qur’an berikut:

054.001
Telah hampir saat (kedatangan hari kiamat) dan terbelahlah bulan.
093.001
Demi waktu Duha.

Tentang Q 54.1 W. St. Clair-Tisdall menulis: [10]
‘Sudah merupakan kebiasaan jaman itu bagi para pengkhotbah untuk menggantungkan tulisan mereka di Ka’ba; dan sekarang kita tahu ada tujuh Mu'allaqat yang ditempel di sana. Kita diberitahu bahwa Fatima, anak perempuan Muhammad, pada suatu hari berjalan sambil melafalkan 54.1. Pada saat itu dia berjumpa dengan anak perempuan Imrul Qays yang berkata padanya, “Oh, ternyata itulah yang dicuri ayahmu dari salah satu syair2 ayahku, dan menyebutnya sebagai wahyu yang turun padanya dari surga;” dan kisah ini lalu tersebar diantara orang2 Arab sampai sekarang.’

Hubungan antara syair2 Imrul Qays dan beberapa ayat awal Qur’an sangatlah jelas. Mengenai hal ini dijabarkan W. St. Clair-Tisdall elaborates lebih lanjut: [11]
“Hubungan antara syair Imra'ul Qays dan Qur’an begitu jelas sehingga kaum Muslim dapat membayangkan melihat syair yang sama tercantum dalam Qur’an di surga abadi. Bagaimana Muslim bisa menjelaskan hal ini? Apakah mereka bisa menyatakan bahwa kata2 itu diambil dari Qur’an dan masuk ke dalam syair Imrul? Ini tidak mungkin. Atau bisakah mereka menjawab bahwa penulis syair bukan Imra'ul Qays, tapi orang lain, yang setelah Qur’an diwahyukan, berani mencurinya dan memasukkannya ke dalam syair Imra'ul Qays? Ini pun tidak mungkin dibuktikan!”

Pada kenyataannya, firman Allah yang sama tercantum pula di Muallaqat dan juga di Diwan dalam syair karangan Labid. Maka jika Muslim mengatakan bahwa Qur’an adalah firman Allah, apakah ini berarti Allah mencontek ayat2 Qur’an dari Imrul Qays?

Mari sekarang kita bahas sumbangan Zayd ibn Amr pada penulisan Qur’an.


Zayd bin Amr bin Naufal

Di masa Muhammad, terjadi gerakan agama menentang paganisme. Gerakan agama ini dipimpin oleh sekelompok pemikir bebas (freethinkers), yang menolak paganisme, dan memenuhi kebutuhan spiritual mereka dengan mencari agama lain. Mereka dikenal sebagai kaum Hanifit atau Hanif.

Kamus Islam [12] menulis bahwa makna asli Hanif adalah orang yang beralih kepercayaan atau orang yang berubah haluan (serupa artinya dengan murtad). Makna lain dari Hanif adalah:
1. Penganut Islam yang takwa
2. Penganut kepercayaan orthodox
3. Penganut agama Abraham

W. St. Clair-Tisdall [13] menulis:
‘Kata Hanif, memang aslinya berarti “kotor” atau “murtad,” dan kata ini digunakan oleh masyarakat pagan Arab bagi Zaid, karena dia meninggalkan kepercayaan menyembah dewa2.’

Muhammad kemudian menggunakan kata Hanif, pertama-tama bagi agama Abraham, lalu bagi umat Islam yang takwa. Karena itu, para Muslim adalah para Hanif – atau mereka adalah, kalau mau jujur nih, pengikut2 Zayd! Di tulisan yang sama, W. St. Clair-Tisdal (ibid) menulis lebih jauh, “Kata itu menyenangkan Muhammad dan digunakan olehnya sebagai kata bermakna baik.” [14]

Menurut Ibn Ishaq [15] para murtadin (Hanifs) terkenal di Mekah pada jaman Muhammad adalah:
Waraqa b. Naufal: murtad dari Paganisme dan jadi Kristen
Ubaydullah b. Jahsh: murtad dari Paganisme dan jadi Kristen setelah pergi ke Abyssinia. Istrinya adalah Umm Habiba d. Abu Sufyan yang nantinya dikawini oleh Muhammad.
Uthman b. al-Huwayrith. Dia nantinya pergi menghadap kaisar Byzantium dan jadi Kristen.
Zayd b. Amr b. Naufal: murtad dari Paganisme dan lalu menyembah Tuhan-nya Abraham.

Waraqa adalah saudara sepupu Khadijah, yang adalah istri pertama Muhammad. Beberapa ahli sejarah mengatakan bahwa dia adalah penganut Yudaisme sebelum jadi Kristen. Ubaydullah adalah cucu dari Abd al-Muttalib dan Uthman b. al-Huwayrith ditawari kedudukan tinggi di pengadilan Byzantium di Syria.

Hanya Zayd b. Amr yang tetap jadi penganut Hanif yang taat. Dia biasa berkata, “Aku menyembah Tuhan-nya Abraham,” tapi dia menyalahkan jemaatnya karena memilih jalan hidup yang jahat. [16]

Menurut W. St. Clair-Tisdal [17] Zayd setahun sekali berziarah di sebuah gua dekat Mekah. Tidak dapat disangkal lagi pengaruhnya terhadap Muhammad yang juga mengunjungi gua yang sama untuk merasakan ketenangan dalam kesendirian.

Ibn Ishaq menulis [18] bahwa ketika Zayd b. Amr menghadap Ka’bah dia biasa berkata ‘Labbaka dalam kebenaran, dalam ibadah, dan dalam pelayanan.’

Ketika Zayd berdiri dan menghadap Qibla, dia akan berkata (ibid), "Aku berlindung pada tempat Abraham berlindung.”

Zayd juga mengecam persembahan binatang untuk dewa2 dan mengutuk kaum pagan yang mengubur bayi2 perempuan (ini kukira adalah hal yang sangat jarang terjadi – karena tidak satu pun penguburan bayi perempuan yang dinyatakan dalam Qur’an atau dalam ahadis: buku2 ini secara samar menerangkan tentang praktek ibadah paganisme tanpa menyebut satu pun kasus penguburan hidup2).

Anak perempuan Abu Bakr yakni Amina suatu kali melihat Zayd bin ‘Amr yang sangat tua di Ka’bah. Tentang hal ini, Ibn Ishaq menulis: [19]
'Hisham b. Urwa dari ayahnya dan atas ijin ibunya, Asma d. Abu Bakr berkata bahwa dia melihat Zayd sewaktu telah sangat tua menyenderkan punggungnya di Ka’bah dan berkata, ‘O Quraish, demi Dia yang tangannya memegang jiwa Zayd, tiada seorang pun dari kalian yang mengikuti agama Abraham selain diriku.’ Lalu katanya: ‘O Tuhan, jika aku tahu bagaimana kau ingin disembah, maka aku akan menyembahmu dengan cara itu; tapi aku tidak tahu.’ Maka dia bersujud bertopang tapak tangannya.’

Catatan sejarah tidak menyatakan dengan jelas apa yang terjadi dengan Zayd b. Amr. Akan tetapi, Ibn Ishaq menulis bahwa ayah Kalifah Umar yakni al-Khattab (Umar b. al-Khattab adalah keponakan Zayd) dulu biasa menyakiti Zayd b. Amr dengan hebat dan dia akhirnya dibunuh. Tidak jelas siapa yang membunuh Zayd. Inilah yang ditulis Ibn Ishaq: [20]
“Ketika al-Khattab (ayah Umar) menyakiti Zayd bin ‘Amr sedemikian rupa sehingga dia terpaksa melarikan diri ke daerah di atas Mekah dan dia berhenti di gunung Hira yang menghadap kota. Zayd hanya bisa mengunjungi Mekah diam2.

Lalu Zayd meninggalkan Mekah untuk mencari agama Abraham – dia pergi sampai Syria. Lalu Zayd kembali mengunjungi Mekah dan dia dibunuh.”

Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, karena Zayd b. Amr bertekad memeluk kepercayaan Hanifite tanpa kompromi dan mengritik agama paganisme yang dianut kaum Quraish, maka dia diusir dari Mekah dan dilarang untuk hidup di sana. Dia diasingkan, diboikot dan ditolak oleh sebagian besar masyarakat Quraish. Dia harus hidup di dalam gua di Gunung Hira yang terletak di sebelah utara Mekah. Muhammad yang juga ditolak masyarakatnya pada saat itu juga sering bertemu dengan Zayd di gua Hira.

Ibn Ishaq juga menulis bahwa malaikat Jibril sering mengunjungi Muhammad di gua Hira. Jika kita mengamati keterangan2 di mana Muhammad mengaku bahwa Jibril seringkali menemuinya dalam bentuk manusia biasa, dapat diduga bahwa ketika Muhammad sering bertemu Zayd b. Amr untuk belajar agama Hanif, dia mungkin mengira Zaybe adalah malaikat Jibril. Ada kemungkinan pula Zayd b. Amr mengajarkan Muhammad membaca (dan menulis) syair atau ayat2 yang nantinya jadi ayat2 Qur’an!

Ibn Ishaq menulis [21] bahwa Muhammad biasa sembahyang seorang diri di Hira setiap tahun selama sebulan untuk melakukan 'tahnanuth' yang merupakan ibadah pagan (dan ini menegaskan sekali lagi akan latar belakang agama pagan yang dianut Muhammad). Menurut masyarakat Quraish, 'tahnanuth' berarti pengabdian agamawi.

Sahih Bukhari membenarkan bahwa Muhammad bertemu dengan Zayd b. Amr di lembah Gunung Hira.

Muhammad bertemu Zayd b. ‘Amr dan menawarkannya daging yang dipotong bagi berhala2 (Sahih Bukhari, 7.67.407, 5.58.169)

Volume 7, Book 67, Number 407:
Dikisahkan oleh 'Abdullah:
Rasul Allah berkata bahwa dia bertemu Zaid bin ‘Amr b. Nufail di tempat dekat Baldah dan ini terjadi sebelum Rasul Allah menerima wahyu illahi. Rasul Allah menawarkan masakan daging (yang telah ditawarkan padanya oleh orang2 pagan) kepada Zaid bin ‘Amr, tapi Zaid menolak memakannya dan lalu berkata (pada orang2 pagan), “Aku tidak makan apa yang kau sembelih di atas mezbahmu (Ansabs) dan aku pun tidak makan kecuali bila nama Allah disebut pada saat penyembelihan.”

Volume 5, Book 58, Number 169:
Dikisahkan oleh 'Abdullah bin 'Umar:
Sang Nabi bertemu Zaid bin ‘Amr bin Nufail di dasar (lembah) Baldah sebelum wahyu illahi diterima sang Nabi. Makanan ditawarkan pada sang Nabi tapi dia menolak memakannya. (Lalu makanan itu ditawarkan kepada Zaid) yang berkata, “Aku tidak makan apapun yang kau sembelih dalam nama dewa2 batumu. Aku tidak makan apapun kecuali bila nama Allah disebut pada saat penyembelihan.” Zaid bin ‘Amr sering mengritik cara kaum Quraish menyembelih binatang2 mereka, dan biasa berkata, “Allah telah menciptakan domba dan Dia telah mengirim air baginya dari langit, dan Dia telah menumbuhkan rumput baginya dari bumi; tapi kau menyembelihnya dengan nama lain selain nama Allah. Dia biasa berkata begitu, karena dia menolak cara itu dan menganggapnya sebagai penghujatan.

Dikisahkan oleh Ibn ‘Umar: Zaid bin ‘Amr bin Nufail pergi ke Sham, menyatakan agama yang benar untuk diikuti. Dia bertemu ahli agama Yahudi dan bertanya tentang agamanya. Dia berkata, “Aku ingin memeluk agamamu, jadi mohon terangkan tentang agamamu padaku.” Orang Yahudi itu berkata, “Kau tidak akan memeluk agama kami kecuali kau ditimpa kemarahan Allah.” Zaid berkata, “Aku tidak akan lari kecuali dari kemarahan Allah, dan aku tidak akan mampu menanggungnya jika aku punya kemampuan untuk menghindarinya. Dapatkah menjelaskan padaku agama yang lain?” Dia berkata, “Aku tidak tahu agama lain kecuali agama Hanif.” Zaid bertanya, “Apakah Hanif itu?” Dia berkata, “Hanif adalah agama (nabi) Abraham yang bukan Yahudi ataupun Kristen, dan dia dulu menyembah tak lain selain Allah (saja).” Lalu Zaid pergi dan bertemu dengan ahli agama Kristen dan menanyakan hal yang sama. Orang Kristen itu berkata, “Kau tidak akan memeluk agamaku kecuali jika kau dapat kutukan Allah.” Zaid menjawab, “Aku tidak lari kecuali dari kutukan Allah, dan aku tidak akan dapat menanggung kutukan Allah dan kemarahannya jika aku mampu menghindarinya. Sudikah kau mengatakan padaku tentang agama lain?” Dia menjawab, “Aku tidak tahu agama lain kecuali agama Hanif.” Zaid bertanya, “Apakah Hanif itu?” Dia menjawab, “Hanif adalah agama (nabi) Abraham yang bukan Yahudi ataupun Kristen dan dia menyembah tak lain selain Allah (saja).” Ketika Zaid mendengar penjelasan mereka tentang (agama) Abraham, dia meninggalkan tempat itu, dan ketika dia ke luar, dia menaikkan kedua tangannya ke atas dan berkata, “O Allah! Aku menjadikanMu saksiku bahwa aku mengikuti agama Abraham.”

Dikisahkan oleh Asma bint Abi Bakr: Aku melihat Zaid bin Amr bin Nufail berdiri dengan punggung bersandar pada Ka’ba dan berkata, “Wahai masyarakat Quraish! Demi Allah, tidak seorang pun dari kalian yang mengikuti agama Abraham kecuali diriku.” Dia sering menyelamatkan nyawa anak2 perempuan kecil: Jika seseorang ingin membunuh anak perempuannya, dia akan berkata padanya, “Jangan bunuh dia karena aku akan memberinya makan mewakili dirimu.” Maka dia lalu mengambil anak perempuan itu, dan anak itu tumbuh sehat, dan dia lalu akan berkata pada ayah anak itu, “Sekarang jika kau menginginkan anakmu, aku akan memberikannya padamu, dan jika kau mau, aku akan memberinya makan mewakili dirimu.”

Hadis pertama memberi keterangan tentang agama pagan Muhammad – bahwa awalnya, dia mungkin memakan daging binatang persembahan bagi berhala2 yang disembah kaum pagan (dan ini membenarkan yang ditulis Hisham ibn al-Kalbi), tapi Zayd b. Amr dengan tegas menolak makan daging persembahan bagi para berhala. Muhammad belajar dari Zayd untuk tidak makan daging persembahan bagi berhala (daging haram). Hadis ke dua bertentangan dengan hadis pertama (7.67.407) tentang Muhammad memakan daging haram. Akan tetapi, sedikit pengamatan akan hadis ini menunjukkan bahwa Muhammad mengikuti pandangan Zayd mengenai daging yang halal, dan dari Zayd dia mendapatkan gagasan tentang Allah untuk menjadi Tuhan yang disembahnya. Dengan begitu, tidakkah kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ide Islam sebenarnya berasal dari Zayd? Dalam biografi Muhammad yang ditulis oleh Ibn Ishaq [22] kita temukan ayat2 syair yang ditulis oleh Zayd yang serupa dengan ayat2 Qur’an. Karena itu pula, dapat dikatakan bahwa setelah kematian Zayd yang tiba2 dan misterius, Muhammad mengambil mantelnya, filosofinya, syairnya, dan tugas untuk promosi agama ‘Hanif’. [Untuk melihat contoh ayat2 yang ditulis dalam puisi Zayd dan perbandingannya dengan ayat2 Qur’an, silakan baca appendix.]

Ibn Sa’d menulis [23] bahwa ketika Muhammad memulai agama Islamnya, seorang mualaf berkata pada Muhammad tentang kata2 Zayd ibn Amr dan Muhammad menjawab, “Aku telah melihat dia di surga menggambar baju2nya.” Ini membuktikan pengakuan Muhammad akan sumbangan Zayd terhadap konsep Islam atau Hanifisme.

Tulisan berikut [24] dari ahli sejarah Islam Ibn Sa’d menunjukkan lebih jauh bahwa Muhammad mendapatkan ide tentang Islam dari Zayb b. Amr:
“Zayb Ibn ‘Amr Ibn Nufayl berkata: aku memeriksa agama Kristen dan Yudaisme tapi aku tidak suka. Aku pergi ke Syria dan daerah sekitarnya sampai aku merasa asing terhadap masyarakatku dan aku membenci penyembahan berhala, Yudaisme, dan Kristen. Dia berkata padaku: Aku melihat kau mencari agama Ibrahim. Wahai saudaraku orang Mekah! Kau mencari keyakinan yang tidak lagi dipraktekkan saat ini. Itu adalah keyakinan moyangmu, Ibrahim, dan itulah iman yang sejati. Dia (Ibrahim) bukanlah orang Yahudi maupun orang Kristen. Dia biasa melalukan sholat dan bersujud menghadap rumah ini (Ka’bah) yang terletak di kotamu. Jadi kembalilah ke kotamu. Dia akan mendirikan kembali keyakinan asli Ibrahim dan dia adalah orang yang paling dihormati diantara2 makhluk2 ciptaan Allah.”

Tampak jelas bahwa Zayd sendiri menulis beberapa Sura (mungkin sampai 30 Sura, tapi tidak dalam kronologi yang teratur), termasuk Sura2 yang mengandung penjelasan tentang agama Hanif Abraham. Beberapa ayatnya sebagai berikut:

002.135
Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk". Katakanlah: "Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik". [Qur'an Arab mengatakan Haneefan – catatanku sendiri]

003.067
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik. [Qur'an Arab mengatakan Haneefan – catatanku sendiri]

003.095
Katakanlah: "Benarlah (apa yang difirmankan) Allah". Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik. Qur'an Arab mengatakan Haneefan – catatanku sendiri]

004.125
Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. [Qur'an Arab mengatakan Haneefan – catatanku sendiri]

006.161
Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik". [Qur'an Arab mengatakan Haneefan – catatanku sendiri]

006.079
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. [Qur'an Arab mengatakan Haneefan – catatanku sendiri]

016.120
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan h anif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), [Qur'an Arab mengatakan Haneefan – catatanku sendiri]

010.105
dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik. [Qur'an Arab mengatakan Haneefan – catatanku sendiri]

022.031
dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. [Qur'an Arab mengatakan Haneefan – catatanku sendiri]

098.005
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. [Qur'an Arab mengatakan Haneefan – catatanku sendiri]

030.030
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, [Qur'an Arab mengatakan Haneefan – catatanku sendiri]

Seperti yang telah disebut sebelumnya, Zayd ibn Amr sangat menentang praktek agama pagan yang mengubur hidup2 bayi2 perempuan. Qur’an menyebut praktek langka yang dilakukan masyarakat Quraish hanya dalam tiga ayat saja. Inilah ayatnya:

016.058
Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.

017.031
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami lah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.

081.008
apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya,
081.009
karena dosa apakah dia dibunuh,

Sudah jelas bahwa ayat2 di atas berasal dari Zayd b. Amr dan tampaknya ditulisnya sendiri pula. Setelah Zayd mati, Muhammad mengakuinya sebagai wahyu Allah padanya.

Contoh2 di atas menunjukkan bahwa Muhammad punya jiplakan kisah2, konsep2 dan gaya Zayd ibn Amr dalam komposisi Qur’an.

===========================================
Abul Kasem writes from Sydney. His e-mail address is abul88@hotmail.com

Footnotes for Part 1
[1] Quoted from Milestones of Science by Curt Suplee, p.70, published by the National Geographic Society, 2000
[2] Hisham al-Kalbi, Kitab al-Asnam, p.17
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] Noldeke: The Koran, The Origins of the Koran, p.53
[6] Ibn Sa'd, vol.i, pp.189-190
[7] Hughe's Dictionary of Islam, p.460
[8] Ibid, p.485
[9] The Origins of the Koran, pp.235-236
[10] Ibid
[11] The Origins of the Koran, p.236
[12] Hughes Dictionary of Islam, pp.161-162
[13] The Sources of Islam, The Origins of the Koran, p.289
[14] Ibid
[15] Ibn Ishaq, p.99
[16] ibid, p.287
[17] The Sources of Islam, The Origins of the Koran, pp.229-230
[18] Ibn Ishaq, pp.99-100
[19] Ibid
[20] Ibn Ishaq, p.102
[21] Ibn Ishaq, p.105
[22] Ibn Ishaq, pp.100-102
[23] Ibn Sa'd, vol.i, p.185
[24] Ibn Sa'd, vol.i, p.185

Tidak ada komentar: