Senin, 30 Juni 2008

Pertentangan dalam Quran

Para peneliti Kristen Orientalis mengatakan, ada lusinan pertentangan dalam Quran. Mungkin mereka benar. Kita disini akan mengulah pertentangan yg disebutkan oleh orientalis ini, dgn mengutip ulama muslim. Ternyata ulama muslim sendiri mengakui adanya pertentangan ini meskipun mereka mencoba utk mencari pembenarannya. Pembenaran mereka terbukti lemah, nanti pembaca akan menemukannya sendiri.

Tapi ada juga pembenaran mereka yg cukup masuk akal, kita akan menerima apa yg mereka tawarkan karena kita ingin tahu penafsiran
mereka, walau sangkalan2 dari peneliti orientalis lebih meyakinkan.

Pertentangan pertama

Dalam beberapa ayat Quran di-indikasikan telah diturunkan dalam lidah Arab; artinya dalam bahasa Arab (lihat 14:4; 29:192-195; 13:37; 42 7; 39:28, and 43:3). Tapi, dalam paling tidak dua ayat yg jelas, Quran memerintahkan penghapusan dialek apapun selain dari bahasa Arab dalam teks Quran (16:103; 41:44).

Dalam bukunya, “al-Risala”, di-edit Ahmad Shakir (hal 41), ]Shafi’I berkata;

“Dikatakan, ‘Mana bukti bahwa Buku Tuhan itu tertulis dlm bahasa Arab tanpa bercampur dg yg lain (bahasa asing)?’ Buktinya adalah dlm buku Tuhan itu sendiri.”

Kemudian Shafi’I mengutip ayat2 yg disebut diatas (16:103 and 41:44). Shafi’I ingin mempertahankan ayat2 ini, tapi dia tidak bisa mengabaikan fakta yg telah diuji oleh semua ulama muslim (termasuk para Sahabat) bersama dg pembuat hukum seperti ibn Abbas, Mujahid, ibn Jubayr, Akrama dan Ata. Juga termasuk dalam grup ini adalah Suyuti bersama dg ilmuwan lain seperti Dr. Muhammad Rajab yg mengungkapkan pandangan dalam majalah “Solidaritas” (al-Tadamun) April, edisi 1989.

Dalam bukunya, "The Itqan" (part 2, pp. 108-119), Suyuti membuat daftar 118 kata2 non-arab yg dicatat dalam Quran. Ibn Abbas sendiri (bersama dg para Sahabat) menyatakan bahwa ada beberapa kata2 Quran yg berbahasa Persia, Ethiopia dan Nabatean (p.105). Dr. Bayyumi juga menegaskan pendapat dan pandangan Suyuti ini. Dihadapkan pada pertentangan ini apa pembenaran Suyuti ? Di
halaman 106 ia mengatakan :

“Keberadaan beberapa kata non-arab tidak membuat Quran jadi non-Arab seperti yg diindikasikan ayat2nya.”

Dan tanggapan kita pada Suyuti: Quran sendiri yg menyangkal bahwa ada kata2 Non-Arab didalamnya (ayat 16:103; 41:44). Jelas sekali ini adalah sebuah pertentangan, khususnya karena ada sekitar 118 kata non-Arab – bukan hanya lima atau sepuluh kata. Penjelasan sederhana utk pertentangan ini adalah : Muhammad sendiri tidak tahu bahwa kata2 yg digunakan dalam Quran berasal bukan dari bahasa Arab. Dia tidak sadar bahwa beberapa diantaranya adalah bahasa Persia, Ethiopia, berber, Turki dan Nabatean; jadi, dia menyatakan bahwa seluruh isi Quran diturunkan dalam bahasa Arab murni.

Pertentangan kedua

Dalam bab 3, halaman 83 dari “The Itqan”, Suyuti mendedikasikan banyak halaman utk judul, “Apa yg salah dari sebuah pertentangan dalam Quran.” Dia berkomentar bahwa ada sesuatu didalam Quran yg membuat Ibn Abbas berhenti tiba2 dalam memberikan jawaban. Seseorang memberitahunya bahwa satu ayat dalam Quran menyebut2 bahwa lamanya hari Kebangkitan adalah 1000 tahun dan ayat lain bilang 50.000 tahun (al-Sayda: 32.5 dan al-Maarij: 70.4).

Ibn Abbas berkata, “Ini dua pernyataan Tuhan dalam bukunya dan Tuhanlah yg paling tahu.” Ini pengakuan yg jujur dari Ibn Abbas tanpa usaha apapun utk membenarkan.

Ketika ibn Musayyib, salah seorang teman dekatnya, ditanya mengenai dua versi ttg lama kebangkitan ini dan kenapa mereka bertentangan satu sama lain, dia berkata,

“Ibn Abbas menghindari pembicaraan mengenai hal ini dan dia lebih berpengetahuan dari saya.” Tapi kita temukan beberapa ulama sejaman yg berusaha keras utk membenarkan pertentangan ini dan menyatakan bahwa mereka lebih berpengetahuan dibanding Ibn Abbas!!

Pertentangan ketiga

Dalam bab yg sama, halaman 79, Suyuti bilang Quran menyatakan dalam bab 6.22-23 bahwa pada hari pengadilan, para kafir berusaha menyembunyikan sesuatau dari tuhan, semeentara pada Q 4.42, hal itu disangkal itu dan Quran malah mengindikasikan bahwa kafir tidak menyembunyikan apapun dari Tuhan.

Suyuti mencoba membenarkan pertentangan ini dg berkata bahwa Ibn Abbas juga ditanya mengenai ini dan jawabnya bahwa mereka menyembunyikan dg lidah mereka tapi tangan dan anggota tubuh mereka mengakuinya. Tapi pertanyaan itu tetap tidak terjawab karena jika tangan mereka mengakui, tidak seharusnya Quran mengatakan bahwa mereka tidak menyembunyikan fakta apapun dari Tuhan karena mereka benar2 telah mencoba utk sembunyi, tapi tangan2 mereka membuat mereka ketahuan, seperti yg dikatakan ibn Abbas.

Pertentangan keempat

Dalam bab, ‘al Waqiha,” Quran membicarakan mengenai mereka yg ditakdirkan utk masuk surga. Dinyatakan dalam ayat 13 dan 14 bahwa mayoritasnya akan berasal dari bangsa2 yg datang sebelum Muhammad dan minoritasnya akan berasal dari orang2 yg percaya pada Muhammad.

Tapi dalam bab yg sama, ayat 39 dan 40, dikatakan bahwa mayoritas akan berasal dari orang2 yg datang sebelum dan sesudah Muhammad juga. Ini pertentangan dalam satu bab. Ayat 14 bilang, “…dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian”, tapi dalam ayat 40, Quran bilang sebaliknya, “dan segolongan besar pula dari orang yang kemudian.”

Saya mencoba membatasi diskusi ini dg mengutip tafsir ayat2 ini dari ulama2 muslim, tapi mereka tidak pernah menampilkan pembenaran yg jelas atas pertentangan yg telak2 ini (mengacu pada komentar dari Baydawi, hal 710; Zamakh-Shari dalam Kash-Shaf, bag 4, hal. 458; dan Jalalan, hal. 453). Semuanya cuma bilang bahwa “…yg terdahulu adalah bangsa2 dari Adam hingga Muhammad dan yg kemudian adalah orang2 Muhammad.” Jadi, satu saat Quran berkata, “segolongan kecil dari yg lain, “ kemudian berkata “segolongan besar atau banyak dari yg lain.”

Ini jelas sebuah pertentangan yg diamati oleh banyak orang dan tidak ada seorang Muslimpun yg mampu menampiknya.

Pertentangan kelima

Menyinggung soal perkawinan, jelas bahwa Quran menyebut kemungkinan mengawini empat wanita pada saat yg sama. Pada ayat 4.3

“Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.”

Tapi dalam Ayat 4.129, kita baca,

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian.”

Dalam bukunya, “The Itqan”, Suyuti bilang,

“Dalam ayat pertama kita mengerti keadilan itu mungkin sedang pada yg kedua, kita merasa bahwa keadilan itu tidak mungkin’ (Itqan, bab 3 hal. 85)

Sebenarnya, dari sudut pandang Quran, “keadilan itu mungkin” saja dipraktekkan. Bahkan Sahabat2 Muhammad dan penerusnya melakukan poligami. Dg begitu, ‘keadilan’ terasa mungkin tercapai oleh mereka, karena tidaklah pantas jika mereka semua itu, termasuk Umar, Ali, Usman dan Muhammad melanggar ajaran Quran.

NAMUN kenapa Quran bilang di 4.129 bahwa ‘keadilan’ itu tidak mungkin ? Ini jelas sebuah pertentangan yg oleh para ulama muslimpun, diantaranya Suyuti, disadari dan dimengerti. Utk memecahkan masalah ini, Suyuti mengatakan;

“Ayat pertama (berarti) keadilan yg berkenaan dg pemenuhan janji/ikrar sementara ayat kedua berhubungan dg kecenderungan suasana hati dan tidak ada kemampuan seorang laki2 utk adil dalam hal ini.”

Jalalan (hal. 82) dan Baydawi (hal 130) setuju dgnnya. Baydawi mengulangi pernyataan diatas dan menambahkan;

“Muhammad sendiri adil kepada istri2nya dalam masalah hak asasi manusia, tapi dalam hal suasana hati, dia selalu bilang pada tuhan, ‘Maafkan aku mengenai hal dimana aku tidak punya kuasa.”

Karena Muhammad, menurut semua ulama2, lebih menyukai Aisha dibanding yg lain dan dia tidak mempunyai rasa sayang terhadap Sawda binti Zamea. Zamakh-shari menyatakan kefavoritan Muhammad terhadap Aisha dan bahwa beberapa orang mengartikan ayat yg kedua sebagai 'kamu tidak dapat adil dalam cinta.' Sheik Kashkak mengindikasikan dalam bukunya “Opinions (bab 5 hal 52), bahwa sikap pilih kasih ini diijinkan! Tapi, Zamakh-shari memberi pendapat lain yg penting ketika dia secara jelas berkata dalam Kash-shaf (bab1 halaman 568 dan 569);

“Tuhan telah membebaskanmu utk menerapkan keadilan yg sempurna yg mana sebenarnya kamu mampu karena sudah menjadi kewajiban utk memperlakukan wanita dengan sama dalam pembagian porsi, biaya dan janji2 dan hal2 lain yg kadang tidak diperhitungkan. Adalah diatas kemampuan manusia bahkan jika mereka semua sama2 dicinta. Akan jadi bagaimana bila hati condong kesebagian saja dari mereka!”

Kemudian Zamakh-shari mengindikasikan, “ayat kedua yg mengindikasikan bahwa kamu tidak akan bisa adil” bisa berarti “adil dalam cinta” seperti yg terjadi pada Muhammad dan Aisha. Tapi, kita mengerti dari pernyataan Zamakh-shari bahwa ‘keadilan’ tidak mungkin terjadi dalam pembagian porsi, dukungan keuangan dan janji2 bahkan jika mereka semua sama2 dicintanya. Betapa tambah sukarnya jika hati lelaki itu condong pada hanya beberapa orang dari mereka. Dibilangnya apa yg sungguh2 diperlukan adalah utk berpantang dari kecondongan terhadap satu wanita yg akan mengakibatkan pengabaian yg lainnya. Tafsiran Zamakh-Shari disini sepenuhnya cocok dg sisa ayatnya.

Para ulama muslim menyatakan Muhammad adalah contohnya, dan isunya menjadi semakin rumit, karena apa yg terjadi pada istri yg malang jika sang suami mengabdikan cintanya pada istri yg lain? Dia tidak bisa protes karena, berdasarkan ayat Quran dan contoh yg diterapkan oleh Muhammad, suaminya tidak bersalah apapun. Quran menyatakan bahwa kamu tidak dapat, dari sudut pandang emosional, memperlakukan wanita2 dg adil, dan Muhammad sendiri menolak permintaan anaknya Fatima, yg meminta ia memperlakukan semua istrinya sama dan jangan condong pada Aisha, istri favoritnya.

Dia mengungkapkan rasa sayangnya ini dimuka umum beberapa kali. Dia punya rencana utk menceraikan Sauda. Ada yg bilang dia sudah melakukan hal itu tapi kemudian dia kembalikan lagi kedudukannya sebagai istri ketika Sauda setuju utk memberikan jatah malamnya pada Aisha. Kasihan sekali wanita2 muslim!

Pertentangan lain

Orientalis Barat juga berkata bahwa Quran bertentangan dg Quran itu sendiri saat menyinggung penciptaan langit dan bumi dg mengatakan dalam satu kesempatan bahwa langit diciptakan sesudah bumi (dalam banyak ayat) tapi dikesempatan lain, dalam satu ayat, bilang bumi diciptakan sesudah langit.

Kita mencoba mengutip hanya dari ulama2 muslim seperti Suyuti, Baydawi, Jalalani dan Zamakh-Shari, yg berusaha keras menjelaskan ayat2 ini utk menghilangkan pertentangan yg ada terhadap penggunaan bahasanya yg benar, seperti pengucapan kata “sesudah’ artinya ‘sebelum’.

Atau, seperti kita baca dalam Surat 90.1, mereka bilang bahwa Tuhan tidak bersumpah di tanah suci (Mekah), kemudian dalam Surat 95.3 kita lihat Dia bersumpah di tanah suci Mekah. Pertentangan antara kedua ayat ini sangat jelas, tapi Suyuti (bersama dg ulama lain) menyangkal bahwa ada pertentangan karena kata ‘no’ dalam surat 90 itu bersifat melebih-lebihkan (redundant). Tidak dimaksudkan utk meniadakan tapi memastikan!!

Suyuti mengomentari isu ini bersama isu2 lain, dalam artikel yg berjudul, “What was mistaken to be Contradiction” ("Apa yg disalah-sangka sbg Kontradiksi"). Dia merangkum pendapat2 para ulama sebagai jawaban pada kritik ini dg mengatakan :

“Umat tidak menolak apa yg kau tolak karena orang2 Arab boleh menggunakan apa yg tidak ada dalam konteks dari percakapan mereka dan meniadakan artinya.”

Tidak ada komentar: